Sabtu, 30 November 2013

KASUS DAN ANALISIS RESIKO KOPERASI KREDIT(SIMPAN PINJAM)



KASUS DAN ANALISIS RESIKO KOPERASI KREDIT(SIMPAN PINJAM)

 

Pengertian Koperasi Simpan Pinjam/kredit adalah didirikan bertujuan untuk memberi kesempatan kepada anggotanya untuk memperoleh pinjaman dengan mudah dan dengan bunga ringan. Koperasi simpan pinjam juga berusaha untuk mencegah para anggotanya agar tidak terlibat dalam jeratan kaum lintah darat pada waktu mereka memerlukan sejumlah uang, dengan jalan menggiatkan tabungan dan mengatur pemberian pinjaman uang dengan bunga yang serendah-rendahnya, Koperasi simpan pinjam menghimpun dana dari para anggotanya yang kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggotanya.

Tujuan Koperasi Simpan Pinjam
koperasi simpan pinjam memiliki tujuan untuk mendidik anggotanya hidup berhemat dan juga menambah pengetahuan anggotanya terhadap perkoperasian

Untuk mencapai tujuannya, koperasi simpan pinjam harus melaksanakan aturan mengenai peran pengurus, pengawas, manajer dan yang paling penting, rapat anggota. Pengurus berfungsi sebagai pusat pengambil keputusan tinggi, pemberi nasehat dan penjaga berkesinambungannya organisasi dan sebagai orang yang dapat dipercaya.

Menurut UU no.25 tahun 1992, pasal 39, pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi dan menulis laporan koperasi, dan berwewenang meneliti catatan yang ada pada koperasi, mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dan seterusnya.  Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, dan merupakan salah satu pilar ekonomi, selayaknya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di sisi lain, salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan dilakukan melalui program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan demikian, melalui pemberdayaan koperasi diharapkan akan mendukung upaya pemerintah tersebut. Dalam upayanya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dituntut untuk dapat menghasilkan program dan kebijakan yang dapat mendukung tumbuh dan berkembangnya koperasi. 
                                    Risiko merupakan bahaya, risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun demikian risiko juga harus dipandang sebagai peluang, yang dipandang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jadi kata kuncinya adalah tujuan dan dampak pada sisi yang berlawanan.
                                    Dengan kata lain risiko adalah probabiltas bahwa “Baik” atau “Buruk” yang mungkin terjadi yang akan berdampak terhadap tujuan yang ingin kita capai. Untuk itu risiko perlu kita kelola dengan baik melalui proses yang logis dan sitematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta memonitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses atau yang biasa kita kenal dengan manajemen risiko, kembali pada perkembangan koperasi, walaupun mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan Koperasi senantiasa atau sering kali terganjal oleh sejumlah masalah klasik, diantaranya:
            1.Lemahnya partisipasi anggota
2. Kurangnya permodalan
3. Pemanfaatan pelayanan
4. Lemahnya pengambilan keputusan
5. Lemahnya Pengawasan
6. Manajemen Resiko
                                    Masalah – masalah tersebut diatas merupakan potensi risiko yang yang tampak dan teridentifikasi, sehingga berangkat dari permasalahan umum tersebut Koperasi seharusnya sudah mampu melakukan mitigasi risiko atas permasalahan tersebut diatas. Selanjutnya bagi Koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam merupakan industri yang sarat dengan risiko. Koperasi kredit sebenarnya adalah miniatur dari perbankan. Yang dikelola hampir sama, yakni uang masyarakat (anggota koperasi) dan kemudian menyalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat (anggota koperasi) yang membutuhkan.
                                    Dengan risiko tersebut maka sudah selayaknya jika Koperasi kredit menerapkan konsep manajemen risiko, sebagai konsekuensi dari bisnis yang penuh dengan risiko. Artinya risiko yang mungkin timbul dimitigasi dengan cara menerapkan manajemen risiko di semua lini dan bidang. Hal ini menunjukan bahwa pengurus dan pengelola Koperasi kredit sudah selayaknya memiliki kemampuan dalam hal manajemen risiko atau sudah mengikuti program sertifikasi manajemen risiko. Tentunya konsep yang ditawarkan disesuaikan dengan tingkat risiko yang melekat pada bisnis koperasi.
                        Manajemen Risiko Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk memperkecil ruang dan kesempatan para pembobol koperasi untuk melancarkan aksinya adalah dengan, memberlakukan manajemen risiko dalam praktek berkoperasi. Masalah ini sebenarnya masalah klise yang sudah dicoba dipecahkan jauh hari sebelum meledaknya berbagai kasus di koperasi. Fenomena ini tentunya sejalan dengan rencana penataan modal koperasi, yang seharusnya juga disesuaikan dengan kemajuan bisnis Koperasi kredit yang bersangkutan. Semua risiko yang muncul di balik gemerlapnya bisnis Koperasi kredit, harus bisa ditutup dengan modal koperasi. Itu berarti manajemen risiko merupakan back bone menuju koperasi yang sehat.
                        Maklum, pengalaman tidak menyenangkan yang menimpa beberapa koperasi memperlihatkan bahwa persoalan manajemen risiko tidak bisa dianggap enteng. Pengalaman memberi pelajaran berharga bahwa pengelolaan risiko yang buruk dapat membahayakan kelangsungan koperasi. Pertanyaannya, risiko apa saja yang harus di-cover oleh koperasi? Faktor risiko yang melekat pada bisnis koperasi khususnya Koperasi kredit, jika dikaji lebih jauh, ternyata jumlahnya sangat banyak (beragam), diantaranya :
1. Risiko Kredit, risiko ini didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam tidak dapat dan atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamkannya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya.
2. Risiko Likuiditas, risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan Koperasi tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.
3. Risiko Operasional, risiko operasional didefinisikan sebagai resiko kerugian atau ketidakcukupan proses internal, sumber daya manusia dan sistem yang gagal atau dari peristiwa eksternal.
4. Risiko Bisnis, risiko bisnis adalah risiko yang terkait dengan posisi persaingan antar Koperasi dan prospek keberhasilan Koperasi dalam perubahan pasar.
5. Risiko Strategik, risiko strategik adalah risiko yang terkait dengan keputusan jangka panjang yang dibuat oleh pengurus dan pengelola.
6. Risiko Reputasional, resiko kerusakan pada Koperasi yang diakibatkan dari hasil opnini public yang negative.
7. Risiko Legal
8. Risiko Politik
9. Risiko Kepatuhan

ANALISIS

     Menurut masalah yang ada diatas beberapa analisis yang bisa di cermati adalah

1.    Kurangnya partipasi anggota Koperasi, kurangnya partisipasi tersebut dikarenakan banyak anggota yang tidak peduli akan kesejahteraan koperasi dan keberlangsungan operasional Koperasi. Anggota kurang memiliki rasa empati terhadap Koperasi, hal ini mungkin disebabkan karena pelayanan koperasi atau sistem kerja koperasi yang dinilai oleh anggota Koperasi tidak memuaskan.

2.    Kurangnya Permodalan, hal ini dapat dilansir dari hal pada nomor satu karena kurangnya kepedulian anggota maka berkurang pula masukan dana (modal) dari para anggota yang diperoleh dari sumbangan sukarela maupun wajib.

3.    Lemahnya pengambilan keputusan, proses pengambilan keputusan yang ada dalam koperasi memang sangat lama karena harus melewati beberapa proses seperti  rapat anggota, menyatukan pendapatatau yang terbanyak kemudian kembali dimusyawarahkan untuk menuju mufakat maka di perlukan waktu yang sangat lama untuk mengambil keputusan, dan dalam proses pengambilan keputusan ini terkadang masih ada campur tangan akan kepentingan pribadi.

4.    Pemanfaatan pelayanan, pemanfaatan pelayanan yang didapat dari pengurus haruslah memenuhi kepuasan anggota karena dengan pelayanan ini kepuasan anggota akan terpenuhi dan akan mengoptimalkan umpan balik dari anggota.

5.    Lemahnya Pengawasan, karena banyak hal yang harus diurus dalam segi modal, bisnis, dan pelayanan sisi yang perlu disorot juga ialah segi pengawasan yang terjadi pada koperasi. Pengawasan biasanya dilakukan oleh bagian khusus baik dari intern maupun ekstern, pada prakteknya dalam pengawasan ini sangat jarang dilakukan tinjauan lapangan tapi hanya berdasarkan laporan dari badan pengurus. Hal ini yang menyebabkan pengawasan terhadap koperasi kurang.
6.    Manajemen Resiko, jarang pada koperasi yang ada yang memiliki manajemen resiko tapi hanya berdasarkan dari prosedur yang disepakati bersama oleh karena itu sebaiknya setiap koperasi hendaknya memiliki manajemen resiko untuk meminimalisir kerugian dan beberapa risiko risiko lainnya.
      Beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen risiko sangat diperlukan dalam berbagai bidang di koperasi guna meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dalam menjalankan proses operasionalnya.

Referensi:

Rabu, 20 November 2013

Perbedaan UU No.12 Th 1967 dengan UU No.25 Th 1992 Tentang Perkoperasian



Pendahuluan
Koperasi merupakan singkatan dari kata Co dan Operation. Koperasi adalah suatu kumpulan orang – orang untuk bekerja sama demi kesejahteraan bersama. Koperasi Indonesia lahir pada tanggal 12 Juli 1947 (66 tahun), sejak lahirnya telah terdapat 3 undang – undang  mulai dari UU No 12 Tahun 1967, UU No 25 Tahun 1992 dan dan yang terbaru adalah UU No 17  tahun 2012. Beberapa fase perubahan mengenai peraturan koperasi indonesia dari ketiga undang –undang itu adalah koperasi sebagai organisasi sosial (UU N0 12/1967), Koperasi sebagai badan usaha (UU No 25/1992) dan Koperasi sebagai badan hukum (UU No 17/2012).
Tinjauan Umum Tentang Koperasi Dasar hukum koperasi adalah Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD N RI 1945) dan UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
Di Indonesia telah dibuat UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Namun seiring berjalan waktu, UU Perkoperasian tersebut yang telah berumur 20 tahun diubah/diganti oleh DPR menjadi UU No.17 Tahun 2012 pertengahan Oktober tahun lalu. Banyak perbedaan isi antara UU yang lama dengan yang baru, diantaranya tentang Organisasi; Kelembagaan; Keanggotaan dan Permodalan; SHU; Masa/mulai Berlaku dan PR Besar Dalam Penyesuaian.

ISI
Menurut UU No 25 Tahun 1992,Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

UU NO 12 TAHUN 1967 :
Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) beserta penjelasannya telah dengan jelas menyatakannya, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas azas kekeluargaan dan Koperasi adalah satu bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk
mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ing ngarsa sung tulada, ing madya bangun karsa, tut
wuri handayani”. Dalam rangka kembali kepada kemurnian pelaksanaan Undang- undang Dasar 1945, sesuai pula dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966, tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan, karena baik isi maupun jiwanya Undang-undang tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan azas-azas pokok, landasan kerja serta landasan idiil Koperasi, sehingga
akan menghambat kehidupan dan perkembangan serta mengaburkan hakekat Koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah perkoperasian Indonesia sebagaimana telah tercermin di masa yang lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi,
bahkan sangat membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak sesuai dengan jiwa dan makna Undang-undang Dasar 1945 pasal 33. Hal yang demikian itu
akan menghambat langkah serta membatasi sifat-sifat keswadayaan, keswasembadaan serta keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-azas percaya pada diri
sendiri, yang gilirannya akan dapat merugikan masyarakat sendiri.Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan M.P.R.S. No. XIX/ MPRS/1966 dianggap perlu untuk
mencabut dan mengganti Undang-undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian tersebut dengan Undang-undang yang baru yang benar-benar dapat menempatkan Koperasi pada
fungsi yang semestinya yakni sebagai alat pelaksana dari Undang-undang Dasar 1945.Di bidang Idiil, Koperasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah untuk menyusun
perekonomian rakyat berazaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan yang merupakan ciri
khas dari tata kehidupan bangsa Indonesia dengan tidak memandang golongan, aliran maupun kepercayaan yang dianut seseorang. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional dilaksanakan dalam rangka politik umum perjuangan Bangsa Indonesia.Di bidang organisasi Koperasi Indonesia menjamin adanya hak-hak individu serta memegang
teguh azas-azas demokrasi. Rapat Anggota merupakan kekuasaan tertinggi di dalam tata kehidupan Koperasi.Koperasi mendasarkan geraknya pada aktivitas ekonomi dengan tidak meninggalkan azasnya yakni kekeluargaan dan gotong-royong.Dengan berpedoman kepada Ketetapan M.P.R.S. No. XXIII/MPRS/1966 Pemerintah
memberikan bimbingan kepada Koperasi dengan sikap seperti tersebut di atas serta memberikan perlindungan agar Koperasi tidak mengalami kekangan dari pihak manapun, sehingga Koperasi benar-benar mampu melaksanakan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.
Dari pengertian diatas, adapun perbedaan UU No 25 Tahun 1992 dan UU No 17 Tahun 2012 ialah:
1.      Dalam UU No 25 Tahun 1992 menjabarkan pengertian koperasi sebagai badan usaha dan badan hukum yang beranggotakan orang-seorang.Sedangkan UU No 17 Tahun 2012 menjabarkan pengertian koperasi sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan. Perbedaan disini dapat terlihat dari pemilihan kata yang digunakan untuk mendeskripsikan koperasi yakni badan usaha dan badan hukum yang jelas memiliki makna yang berbeda. Yang mana badan usaha merupakan badan yang menguraikan falsafah, prinsip, dan landasan-landasan yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan usaha, sedangkan badan hukum merupakan bagian dari badan usaha yang bersifat lebih mengingat dan ada sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran. Dalam badan hukum juga terdapat persetujuan pemerintas atas penyelenggaraan suatu usaha.

2.      Dilihat dari segi konsistensian kata (diksi kalimat/ pilihan kata) dalam pengertian koperasi menurut UU  No 25 Tahun 1992, terjadi ketidak konsistenan kata, yang mana dalam UU No 25 Tahun 1992 tidak hanya menguraikan pengertian koperasi sebagaibadan usaha tetapi pula sebagai badan hukum. Sedangkan UU No 17 Tahun 2012 terjadi hal yang berlawanan yakni: adanya konsistenan kata yang digunakan untuk mendeskripsikan pengertian koperasi yakni penggunaan kata badan hukum.

3.      Dilihat dari sudut kejelasan Modal Koperasi,  definisi koperasi menurut UU No 17 Tahun 2012 lebih menguraikan lebih jelas komposisi modal yang dimiliki Koperasi. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan mengenai pengertian koperasi sebagai badan hukum dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha . Melalui penjabaran yang lebih mendalam mengenai pemisahaan kekayaan ini, nantinya diharapkan tidak hanya untuk mempertegas komposisi modal tetapi juga dapat memperjelas dan memepertegas bahwa modal yang digunakan koperasi bebas dari modal asing (modal anggota). Sedangkan definisi koperasi menurut UU No 25 Tahun 1992 tidak menguraikan hal yang jelas mengenai komposisi modal yang dimiliki koperasi.

4.      Dilihat dari prinsip koperasi yang dijabarkan dalam definisi koperasi. Prinsip Koperasi menurut UU No 17 Tahun 2012 menyatakan makna yang lebih luas (general), detail dan tegas pada peran penting koperasi pelayanan dibandingkan prinsip kopersai yang tertuang pada definisi koperasi dalam UU No 25 Tahun 1992. Hal tersebut dibuktikan dengan penjabaran prinsip koperasi menurut kedua UU tersebut.

˃ Prinsip Koperasi  menurut UU No 17 Tahun 2012 yang terdapat pada Pasal 6 yaitu:
Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:
keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
 Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;

•Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan     independen;
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.

˃ Sedangkan Prinsip Koperasi  menurut UU No 25 Tahun 1992 yang terdapat pada pasal 5 yaitu:
Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :
•keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
pengelolaan dilakukan secara demokratis;
pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usahamasing-masing anggota;
pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
kemandirian

Dalam mengembangkan Koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut :
A. Pendidikan perkoperasian;
B. Kerja sama antarkoperasi.

5.      Dilihat dari sudut hubungan dengan bidang-bidang yang lain definisi Koperasi menurut UU No 17 Tahun 2012 menguraikan definisi yang lebih luas yang menyatakan koperasi tidak hanya mencangkup kebutuhan ekonomi semata tetapi pula bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Sedangkan definisi Koperasi  menurut UU No 25 Tahun 1992 menguraikan cakupan koperasi hanya sebatas pada bidang ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan gerakan ekonomi rakyat.

6.      Dilihat dari pedoman koperasi, definisi Koperasi  menurut UU No 25 Tahun 1992 hanya menguraikan prinsip koperasi sebagai pedoman yang dianut koperasi sebagaimana yang tertuang pada pasal 5 UU No 25 Tahun 1992, sedangkan dalam definisi koperasi yang tertuang pada  UU No 17 Tahun 2012 tidak hanya menguraikan prinsip koperasi sebagai pedoman untuk menjalankan kegiatan operasional sebagaimana yang tertuang pada pasal 5 UU No 17 Tahun 2012, tetapi juga berpedoman pada nilai.

7.      Ditinjau dari makna prinsip koperasi, UU No 25 Tahun 1992 menguraikan prinsip koperasi tidak hanya menekankan sifat keanggotaan dan pengelolaan koperasi tetapi juga merekan penekanan terhadap balas jasa dari sisa hasil usaha yang diperoleh. Sedangkan dalam UU No 17 Tahun 2012 makna dari prinsip koperasi lebih menekankan pada pelayanan prima sebagai prinsip koperasi dan merevisi penekanan balas jasa dari sisa hasil usaha yang diperoleh karena hal ini dianggap bukan sebagai prinsip koperasi yang menekankan makna pelayanan yang ada pada UU No 25 Tahun 1992.

˃ Perbedaan yang lebih detail dari makna prinsip koperasi yang dianut dijabarkan sebagai berikut:

Menurut UU No 25 Tahun 1992 Pasal 5
(1)   Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :
•keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
•pengelolaan dilakukan secara demokratis;
•pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usahamasing-masing anggota;
•pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
•kemandirian
(2)   Dalam mengembangkan Koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut :
•pendidikan perkoperasian;
•kerja sama antarkoperasi.

Menurut UU No 17 Tahun 2012
(3)   Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:
keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.

8.   Ditinjau dari penguraian azas koperasi, UU No 25 Tahun 1992 menguraikan definisi koperasi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dilain pihak penguraian asas koperasi dari definisi koperasi menurut UU No 17 Tahun 2012 tidak dijabarkan sebagaimana mestinya.

PENUTUP
Kesimpulan dan Analisis
Secara lebih ringkas, perbedaan UU No 25 Tahun 1992 dan UU No 17 Tahun 2012 dilihat dari segi Definisi dijabarkan pada tabel seperti berikut ini:

NO
PERBEDAAN
UU No 25 Tahun 1992
UU No 17 Tahun 2012
1
Koperasi sebagai badan Usaha dan badan hukum
Koperasi sebagai badan hukum
2.
Tidak terjadi konsistenan kata dalam menguraikan definisi koperasi yakni dilain hal koperasi dijabarkan sebagai badan usaha tetapi disisi lain koperasi dijabarkan sebagai badan hukum
Terjadi konsistenan kata yakni menguraikan definisi koperasi sebagai badan hukum
3.
Tidak menguraikan lebih jelas komposisi modal yang dimiliki koperasi dalam hal pemisahaan kekayaaan para anggotanya
menguraikan lebih jelas komposisi modal yang dimiliki koperasi dalam hal pemisahaan kekayaaan para anggotanya
5.
menguraikan cakupan koperasi hanya sebatas pada bidang ekonomi.
menguraikan definisi yang lebih luas yang menyatakan koperasi tidak hanya mencangkup kebutuhan ekonomi semata tetapi pula bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
6.
menguraikan prinsip koperasi sebagai pedoman yang dianut koperasi.
tidak hanya menguraikan prinsip koperasi sebagai pedoman untuk menjalankan kegiatan operasional tetapi juga berpedoman pada nilai
7.
menguraikan prinsip koperasi tidak hanya menekankan sifat keanggotaan dan pengelolaan koperasi tetapi juga merekan penekanan terhadap balas jasa dari sisa hasil usaha yang diperoleh.
menguraikan prinsip koperasi lebih menekankan pada pelayanan prima sebagai prinsip koperasi dan merevisi penekanan balas jasa dari sisa hasil usaha yang diperoleh karena hal ini dianggap bukan sebagai prinsip koperasi yang menekankan makna pelayanan.
8.
menguraikan definisi koperasi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
tidak menguraikan definisi koperasi yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.


Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi