Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif
dan sangat esensial dalam dunia usaha.Dengan persaingan, para pelaku usaha akan
berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi
atas produk yang dihasilkan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan. Dari
sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga
murah dan kualitas terbaik.
Seiring dengan berjalannya usaha para pelaku usaha
mungkin lupa bagaimana bersaing dengan sehat sehingga muncullah
persaingan-persaingan yang tidak sehat dan pada akhirnya timbul praktek
monopoli.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian praktek
monopoli dan persaingan tidak sehat.
2. Mengetahu hal yang termasuk
dalam praktek monopoli.
3. Memahami hal yang tidak
termasuk praktek monopoli.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikankepentingan umum.
Persaingan
Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi
arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ).
Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan
kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti
Monopoli.
B. Azas dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku
usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,
dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan
usaha.
C. Kegiatan yang dilarang
Bagian Pertama Monopoli Pasal 17
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau
dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
1. barang dan atau jasa yang
bersangkutan belum ada substitusinya;
2. mengakibatkan pelaku usaha lain
tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama;
atau
3. satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua Monopsoni Pasal 18
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai
penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha
dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama
pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
- menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
- atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan
dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari
komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan
atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah,
kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
3.
KEGIATAN YANG DILARANG
Kegiatan yang dilarang yaitu berposisi dominan
menurut pasal 33 ayat 2, yang berbunyi ”Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi,
sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam
dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku
usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi
di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Dalam UU No.5/1999, kegiatan yang dilarang diatur
dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. UU ini tidak memberikan defenisi
kegiatan, seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita
dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,
tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan
perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan
perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut
yaitu :
1.
Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan
atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha.
2.
Monopsoni adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak
sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3.
Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19, bahwa kegiatan
yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya
penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat, yaitu :
a. Apabila menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan
pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan
barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap
pelaku usaha tertentu.
4.
Persekongkolan adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5.
Posisi Dominan artinya memiliki pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1
angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1999, menyebutkan bahwa “Posisi dominan merupakan
suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.”
6.
Jabatan Rangkap
a.
Dalam Pasal 26 UU Nomor 5 Tahun 1999, dikatakan bahwa seorang yang
menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada
waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada
perusahaan lain.
7. Pemilikan
Saham
a.
Berdasarkan Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun 1999, dikatakan bahwa pelaku usaha
dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan
kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau
mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8.
Penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan
a.
Dalam Pasal 28 UU Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang
berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan
bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
E. Perjanjian yang dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli
barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat
mempengaruhi harga pasar.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian, antara lain :
1. Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
2. Perjanjian yang mengakibatkan
pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus
dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
3. Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
4. Perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau
memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi
pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar
luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang
bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai
penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam
suatu pasar komoditas.
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau
jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian
dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak
luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
F. Hal-hal yang Dikecualikan dalam
Monopoli
Hal-hal yang
dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak
baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik
untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa
yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
G. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
H. Sanksi dalam Antimonopoli dan
Persaingan Usaha
Pasal 36 UU
Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU
juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai
dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal
28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan
Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar
rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan
menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang
telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki
jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan
tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Aturan
ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak
menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persaingan
Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa
yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
REFERENSI
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/kegiatan-dan-perjanjian-yg-dilarang-anti-monopoli/ http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/asas-dan-tujuan-monopoli/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar